A SECRET WEAPON FOR REFORMASI INTELIJEN INDONESIA

A Secret Weapon For reformasi intelijen indonesia

A Secret Weapon For reformasi intelijen indonesia

Blog Article

Abstrak Artikel ini menguji kompleksitas seputar kekerasan yang dilakukan oleh Muslim terhadap komunitas Ahmadiyah di Indonesia di period baru demokrasi reformasi. Kekerasan muncul sejak 1998 pasca Suharto ketika beberapa kelompok Muslim seperti Entrance Pembela Islam (FPI), yang mengklaim bahwa Ahmadiyah adalah kelompok yang sesat menurut ortodoksi Islam. Artikel ini mencoba memahami mengapa dan bagaimana Ahmadiyah menjadi focus on serangan kekerasan oleh beberapa kelompok Muslim di period pasca Suharto dengan meningkatnya kelompok fundametalis Islam setelah menemukan kebebasan baru beragama. Dengan demikian, pertanyaan yang muncul adalah bagaimana faktor politik, ekonomi dan teologi Islam muncul sebagai faktor penting yang mengkontribusi atas serangan kekerasan. Melalui identifikasi studi kasus tertentu penyerangan di kota-kota lintas pulau Jawa dan Lombok, saya juga akan mengeksplorasi bagaimana pemerintah membuat kebijakan untuk menemukan solusi yang terbaik dan sejauhmana efektifitas kebijakan tersebut untuk menyelesaikan masalah.

Intelijen di era awal kemerdekaan memang terjadi militerisasi mengingat ancaman saat itu adalah ancaman perang dari luar selain ancaman disintegrasi dari dalam.

Kreatif: Dalam pengertian personil Satgas harus kaya akan ide, tidak pernah kehabisan akal dalam menghadapi dan menyelesaikan berbagai masalah

Undang-undang tersebut tidak mengatur bagaimana koordinasi antarkomunitas intelijen tersebut dalam memberikan produksi intelijen kepada presiden.

Untuk mencegah terulangnya pendadakan strategis perlu dilakukan penguatan terhadap intelijen di Indonesia. Ada beberapa langkah yang dapat ditempuh dalam rangka penguatan intelijen negara. Langkah pertama adalah dengan memperbaiki intelligence cycle, sebagaimana diketahui faktor kegagalan intelijen terjadi apabila salah satu dari tahapan intelligence cycle mengalami kesalahan atau kegagalan maka dipastikan intelijen akan gagal oleh karena itu siklus intelijen harus berjalan sempurna.

Jurisprudence: Court decisions commonly called jurisprudence, or circumstance law, or judge-produced regulation do not need a binding energy in addition to for the folks or get-togethers becoming subjected to the decision. It is because Indonesia as a civil law nation (which ascribed to European continental authorized program), next the Dutch, will not adopt stare decisis theory. Yet, There are 2 streams of belief regarding the very same conclusions created 3 times from the Supreme Court or even the Constitutional Court docket.

Ditembaknya seorang pelaku bom bunuh diri yang berlari menuju keramaian dibenarkan dengan alasan yang sama.[17]

Dalam UU ini tidak diatur soal perlindungan terhadap personel intelijen negara, bilamana jika instruksi oleh user

Bahkan jika aksi terorisme telah terjadi seperti Ali Imron yang dalam penjara, ia tetap dimanfaatkan untuk kepentingan intelijen.

Sedangkan Organisasi Papua Merdeka hingga kini masih gencar melakukan perlawanan terhadap Indonesia. Bahkan walaupun one Desember 2014 kemarin tidak terlalu terlihat perayaan ulang tahun OPM, namun di berbagai kalangan, bahkan mahasiswa asli daerah tersebut yang menunjukan solidaritas mereka terhadap OPM lewat media sosial.

Artikel atau sebagian dari artikel ini mungkin diterjemahkan dari Usa Intelligence Community di en.wikipedia.org. Isinya masih belum akurat, karena bagian yang diterjemahkan masih perlu diperhalus dan disempurnakan.

It is not very clear which governing administration body reformasi intelijen indonesia is responsible for registering societal corporations. Posting eight of Legislation No. seventeen of 2013 on Societal Companies, which specified the registration authorities based upon the geographical volume of a corporation, was struck down with the Constitutional Court docket in December 2014. The federal government hasn't provided a Authorities Regulation on this subject.

Belum tercapainya stabilisasi politik memberikan kesempatan kepada elit politik untuk tidak menganggap masalah terorisme sebagai ancaman serius. Keempat adalah lemahnya penegakan hukum di Indonesia, bahkan cenderung tidak adil.[1]

Menurut Rodon, BIN telah menunjukkan perkembangan pesat dalam beberapa tahun terakhir. BIN kini lebih fleksibel dalam menghadapi perubahan yang terjadi di lingkungan strategis serta telah menambah beberapa deputi baru yang fokus pada siber, komunikasi, dan informasi.

Report this page